Langkah kaki ini kian jauh tinggalkan Jejak-jejak bisu yang tak cukup dimaknai atau dipahami
Begitu terjal dan berliku jalan yang telah kulalui Sementara dirimu, menjadi pelita dan cahaya Dalam kegelapan perjalananku menempuh langkahku Bukankah Engkau yang telah menyalakan cahaya itu Bukankah Engkau yang mula membakar api semangat langkahku Dan aku, ketika itu hanya punya hening dan sepi,
Aku hanya bisa pasrah pada setiap lekuk dan terjal jalanku
Aku hanya bisa berbisik lirih, sanggupkah aku melangkah?
Engkau hadir, membuat aku mengalir
Engkau menyentak bagai petir, membuat aku terperangah dan tersihir
Lalu kuyakinkan langkahku…dengan selimut semangat yang kau dekapkan padaku Lalu kumantapkan asaku…
dengan senyum hangat yang kau titipkan hanya untukku…
Kini, Ketika semua telah jauh…
Ketika jejak-jejak itu kian nyata di endapan hati ini…
Ketika angan dan mimpi telah kupahami tak harus aku miliki…
Ketika aku kian bodoh namun haus terhadap rahasia samudera ilmu Ilahi…
Engkau tiba-tiba, ingin memadamkan pelita itu.
Pelita yang selama ini menjadi penerang jalanku Pelita yang biasanya menjadi panduan dalam kegelapan pencarianku…

Aku, seperti kapas yang dihempas angin…
Tiada kekuatan dan harapan.
Apakah aku kini menjadi sosok yang telah berubah?
Apakah aku bukan lagi seperti diriku yang dulu?
Ya Allah, Aku pikir…aku tetap seperti yang dulu.
Aku yang tak bisa apa, dan selalu membutuhkan dukungan hati.
Aku rasa…aku tetap seperti yang dulu.
Sosok lumrah yang tak mungkin akan berani dan melawan kepada pelitaku sendiri. Jangankan dirimu, Aku pun takut bila aku berubah menjadi diri yang “bukan aku” Cahayaku, maafkan atas setiap langkah yang tak semestinya Cahayaku, jangan pernah kau padamkan api cintamu, padaku…

abdullah wong